Mataram NTB - Komang Rena, sedang naik daun. Beberapa bulan lalu, ia didepak dari Sekretaris PHDI NTB karena dianggap aktif pada salah satu parpol. Kini, mendapat mandat dari PHDI Pusat sebagai pejabat sementara Ketua PHDI Provinsi NTB.
Penetapan Komang Rena yang beristrikan Ayu Witari (Kepala Seksi Agama Hindu Kanwil Kemenag NTB), berdasarkan Keputusan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat yang ditetapkan di Jakarta pada 7 Maret 2022 ditanda tangani Ketua Marsekal (Purn) IB Putu Dunia dan Sekretaris Komang Priambuda, SE.
Pada keputusan tersebut disebutkan (pertama), memberhentikan Ida Made Santi Adnya, SH; MH selaku Ketua Pengurus Harian PHDI Provinsi NTB tahun 2022 karena telah melakukan perbuatan tercela, yaitu ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana ITI. Sebagai penggantinya, poin kedua menyebutkan mengangkat Pinandita Ir. I Komang Rena, SE; M.Sc; M.Pd sebagai pejabat sementara Ketua Harian PHDI NTB tahun 2022 dengan tugas khusus melaksanakan lokashaba luar biasa dalam waktu paling lambst tiga bulan, untuk memilih Ketua Harian Pengganti Antar Waktu (PAW), sesuai dengan hasil diskusi/ konsultasi dengan Pandita PHDI NTB tanggal 22 Februari 2022.
Komang Rena dalam percakapan telepon dengan media ini sekitar pukul 11:06 WIB Sabtu ini menjelaskan langkah pertama yang segera ditempuh adalah melakukan koordinasi dan konsultasi dengan berbagai pihak internal tokoh Hindu dan Pinandita PHDI NTB.
Seperti diberitakan sebelumnya, IMS ditetapkan tersangka atas dugaan melanggar pasal 28 ayat (1) junto pasal 45A ayat (1) undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Ia diduga menyebarkan berita bohong yang menyesatkan dan merugikan konsumen dalam transaksi elektronik.
IMS ditetapkan tersangka berdasarkan hasil gelar perkara khusus oleh Cyber Crime Ditreskrimsus Polda NTB.
Kabid Humas Polda NTB, Kombes Pol Artanto, membenarkan penetapan tersangka tersebut. Namun dia tengah mengkonfirmasi lebih lanjut terhadap Ditreskrimsus terkait kronologis kasus.
"Ya benar. Tapi untuk lebih jelasnya saya konfirmasi dulu ke Krimsus, " kata Artanto.
Kasus tersebut bermula pada 20 Februari 2021. IMS saat itu mengunggah di Facebook kondisi sebuah hotel milik korban yang akan dilelang.
Unggahan tersebut mencantumkan nama Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Mataram, juga nilai aset hotel yang mencantumkan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).
Saat pemilik hotel bersurat langsung ke dua kantor yang dimaksud, ternyata informasi yang disampaikan IMS melalui Facebook tidak benar. Korban yang merasa dirugikan akhirnya melaporkan ke Polda NTB.(Adbravo)