Mataram NTB - Anak merupakan salah satu kelompok yang paling rentan terhadap kekerasan, terlebih di tengah pandemik COVID-19. Praktik perkawinan anak yang semakin meningkat, salah satunya.
Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung mencatat hingga akhir 2020, ada 800 kasus perkawinan anak terlaporkan di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Angka ini diduga masih jauh dari kenyataan karena banyak kasus yang tidak dilaporkan.
Sebanyak 1 dari 9 anak perempuan terancam dikawinkan (BPS, 2020). Mereka pun berpotensi kehilangan kesempatan untuk menyelesaikan pendidikan karena perkawinan anak, dan sebagai
konsekuensinya terancam terjebak kemiskinan di masa depan. Selain itu perkawinan anak juga memiliki memiliki risiko lebih tinggi dalam mengalami kekerasan berbasis gender, termasuk kekerasan domestik dan seksual.
Dini Widiastuti, Direktur Eksekutif Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) menegaskan bahwa perkawinan anak dapat merenggut cita-cita anak, terutama anak perempuan.
"Sejak 2020, Plan Indonesia mengampanyekan upaya pencegahan perkawinan anak secara nasional untuk menyerukan penegakan hukum perkawinan anak di Indonesia. Sekaligus memperkuat kapasitas dan pengetahuan anak dan kaum muda, baik perempuan dan laki-laki tentang hak dan kesehatan seksual dan reproduksi dan memberdayakan mereka agar dapat memiliki kesempatan hidup yang lebih baik melalui beberapa program seperti Let’s Talk di Mataram dan Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, ” ujar Dini.
Dalam rangka Hari Anak Nasional 2021, Forum Anak Provinsi Nusa Tenggara Barat bersama dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Provinsi Nusa Tenggara Barat, Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia), dan Ghanam
Foundation menyerukan kampanye perlindungan anak dan urgensi terhadap pemenuhan hak mereka melalui serangkaian kegiatan bertajuk “Generasi Tangguh Peraih Cita: Hapus Perkawinan Anak” yang telah dimulai pada 1 Juli 2021.
Dr. Ir. Hj. Sitti Rohmi Djalilah, M.Pd., Wakil Gubernur NTB menegaskan pentingnya edukasi ke semua pihak dalam menjalankan tanggungjawab dalam pemenuhan hak anak untuk mencegah perkawinan anak. "Orangtua, sekolah, dan para remaja harus sama-sama memahami pentingnya sekolah setinggi-tingginya sekaligus mempersiapkan fisik, mental, dan ekonomi sebelum memutuskan untuk menikah. Edukasi bagi seluruh stakeholders ini juga bisa dilakukan melalui intervensi reguler, misalnya di sekolah, posyandu, atau kegiatan masyarakat lainnya, tentunya dengan protokol kesehatan yang ketat, " tambah
Sitti Rohmi.
Ir. Husnanidiaty Nurdin. MM, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Provinsi NTB mengatakan , “Pada masa pandemik
COVID-19, selain harus menjaga anak-anak tidak tertular dengan protokol kesehatan 6M, kita harus selalu menjaga komitmen untuk melindungi anak-anak dari berbagai praktik berbahaya bagi anak seperti perkawinan anak, tindak kekerasan, putus sekolah dan penyalahgunaan narkoba, ” jelas Husnadiaty.
Sebagai puncak rangkaian HAN, Webinar Generasi Tangguh Peraih Cita: Hapus Perkawinan Anak
dilaksanakan secara semi-daring pada Kamis (29/7). Kegiatan ini melibatkan 10 forum anak dan beberapa organisasi anak di NTB dan bertujuan untuk mengamplifikasi suara dan peran anak dalam pencegahan perkawinan anak di NTB. Melalui acara ini, Forum Anak Provinsi NTB telah merumuskan rekomendasi yang ditujukan kepada
Pemerintah Provinsi khususnya Gubernur NTB untuk memperkuat upaya pemenuhan hak dan perlindungan anak di NTB dengan bebeberapa poin sebagai berikut:
Mencegah adanya perkawinan anak dan eksploitasi anak dengan memperketat regulasi dan memberikan sanksi bagi setiap yang terlibat. Penyediaan fasilitas umum ramah anak termasuk kepada anak berkebutuhan khusus. Menyediakan rumah rehabilitasi bagi anak-anak yang terkena kasus tindak pidana di setiap kabupaten atau kota yang ada di Provinsi NTB. Pemerataan Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS) bagi anak yang kurang mampu di daerah. Memperketat pengawasan peredaran narkoba di NTB yang dapat berdampak pada anak.
Berbagai serangkaian kegiatan yang dilakukan diharapkan dapat menjadi gerak bersama antara anak, remaja, dan kaum muda beserta masyarakat NTB untuk terlibat secara aktif dalam melindungi anak dari praktik perkawinan anak dan berbagai perilaku berisiko yang menyebabkan mereka tidak bisa tumbuh serta berkembang sampai kepada potensi terbaiknya . Forum Anak Provinsi NTB bersama Plan Indonesia juga menyelenggarakan beberapa lomba digital, antara lain: lomba menulis surat untuk Gubernur NTB, lomba membuat poster, lomba membuat video, serta lomba membuat unggahan sosial media dengan twibon bertema ‘Pencegahan Perkawinan Anak Provinsi NTB.
“Seperti tajuk acara ini, Generasi Tangguh Peraih Cita, saya berharap kita bisa lebih memberikan ruang dan kesempatan bagi anak dan kaum muda untuk bersuara, mendapatkan haknya, dan terlindungi dari
berbagai bentuk kekerasan, terutama perkawinan anak. Hanya dengan begitu mereka bisa tumbuh ke potensi terbaik mereka, menjadi generasi tangguh, ” tutup Dini.( Adbravo)